Tulus yang menggugah jiwa
baik ajarkan dia tentang kebiasaan
menanti ungkapan dalam setiap benak yang lara
asa bepergian hendak mencari sandaran
di atas batu itu ia menari
tanpa dilihatnya penonton yang sedang menghayati
bukan melihat
atau bertepuk tangan tentang ke elokannya dalam memainkan tubuh
ia tak menyadari karna terkonsentrasi dengan seni
maklum, begitu seharusnya
bagaikan detik jam yang selalu berputar
sebelum daya habis tak ada henti
kata-kata itu terus melaju
tanpa koma
tapi hanya ingin mencari sebuah titik,
tinta itu belum habis hanya untuk mengorbankan sebuah titik
entah, kapan keberanian tinta membuat titik
tanpa alunan
tanpa lantunan
tanpa irama permainan
sepi
biar berlalu
tak perlu disesali,
Kamar Rarapan, 13 September 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar